Percaya
adanya Hukum Karmaphala
Segala
gerak atau aktivitas yang dilakukan, disengaja atau tidak, baik atau buruk,
benar atau salah, disadari atau diluar kesadaran, kesemuanya itu disebut
“Karma”. Ditinjau dari segi ethimologinya, kata karma berasal dari kata “Kr”
(bahasa sansekerta), yang artinya
bergerak atau berbuat. Menurut Hukum Sebab Akibat, maka segala sebab pasti akan membuat akibat.
Demikianlah sebab dari suatu gerak atau perbuatan akan menimbulkan akibat,
buah, hasil atau pahala. Hukum sebab akibat inilah yang disebut dengan Hukum
Karma Phala.
Di
dalam Weda disebutkan “Karma phala ika palaing gawe hala ayu”, artinya karma
phala adalah akibat phala dari baik buruk suatu perbuatan atau karma (Clokantra
68).
Hukum
karma ini sesungguhnya sangat berpengaruh terhadap baik buruknya segala mahluk
sesuai dengan perbuatan baik dan perbuatan buruknya yang dilakukan semasa
hidup. Hukum karma dapat menentukan seseorang itu hidup bahagia atau menderita
lahir bathin. Jadi setiap orang berbuat baik (subha karma), pasti akan menerima
hasil dari perbuatan baiknya itu. Demikian pula sebaliknya, setiap yang berbuat
buruk, maka keburukan itu sendiri tidak bisa terelakkan dan pasti akan
diterima.
Phala
atau hasil dari perbuatan itu tidak selalu langsung dapat dirasakan atau
dinikmati. Tangan yang menyentuh es akan seketika dingin, namun menanam padi
harus menunggu berbulan-bulan untuk bisa memetik hasilnya. Setiap perbuatan
akan meninggalkan bekas, ada bekas yang nyata, ada bekas dalam angan dan ada
yang abstrak. Oleh karena itu hasil perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada
saat berbuat atau pada kehidupan sekarang maka akan ia terima setelah di
akherat kelak dan ada kalanya pula akan dinikmati pada kehidupan yang akan
datang.
Dengan
demikian karma phala dapat digolongkan menjadi 3 macam sesuai dengan saat dan
kesempatan dalam menerima hasilnya, yaitu Sancita Karma Phala, Prarabda Karma
Phala, dan Kriyamana Karma Phala.
1.Sancita
Karma Phala:
Hasil
perbuatan kita dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan masih
merupakan benih yang menentukan kehidupan kita yang sekarang.
2.Prarabda
Karma Phala:
Hasil
perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi;
3.Kriyamana
Karma Phala:
Hasil
perbuatan yang tidak sempat dinikmati pada saat berbuat, sehingga harus
diterima pada kehidupan yang akan datang.
Jadi
adanya penderitaan dalam kehidupan ini walaupun seseorang selalu berbuat baik,
hal itu disebabkan oleh karmanya yang lalu (sancita karma), terutama yang buruk
yang harus ia nikmati hasilnya sekarang, karena pada kelahirannya terdahulu
belum habis diterimanya. Sebaliknya seseorang yang berbuat buruk pada
kehidupannya sekarang dan nampaknya ia hidup bahagia, hal itu disebabkan karena
sancita karmanya yang dahulu baik, namun nantinya ia juga harus menerima hasil
perbuatannya yang buruk yang ia lakukan pada masa kehidupannya sekarang ini.
Tegasnya,
bahwa cepat atau lambat, dalam kehidupan sekarang atau nanti, segala hasil
perbuatan itu pasti akan diterima, karena hal itu sudah merupakan hukum
perbuatan. Di dalam Weda (Wrhaspati Tatwa 3), dinyatakan sebagai berikut:
“Wasana artinya bahwa semua perbuatan yang telah dilakukan didunia ini. Orang
akan mengecap akibat perbuatannya di alam lain, pada kelahiran nanti; apakah
akibat itu akibat yang baik atau yang buruk. Apa saja perbuatan yang
dilakukannya, pada akhirnya kesemuanya itu akan menghasilkan buah. Hal ini
adalah seperti periuk yang diisikan kemenyan, walaupun kemenyannya sudah habis
dan periuknya dicuci bersih-bersih namun tetap saja masih ada bau, bau kemenyan
yang melekat pada periuk itu. Inilah yang disebut wasana. Seperti juga halnya
dengan karma wasana. Ia ada pada Atman. Ia melekat pada-Nya. Ia mewarnai
Atman.”
Ada
penyakit tentu ada penyebabnya, demikian pula penderitaan itu, pasti ada sebab
musababnya. Tetapi kita harus yakin bahwa penyakit atau penderita tersebut pasti
dapat diatasi. Seseorang tidak bisa menghindari hasil perbuatannya, apakah baik
ataupun buruk, sehingga seseorang tidak boleh iri jika melihat orang lain
hidupnya bahagia atau lebih baik. Demikian pula sebaliknya, seseorang tidak
perlu menyesali nasibnya, karena apa yang ia terima merupakan tanggungjawabnya.
Ini harus disadari, bahwa penderitaan disaat ini adalah akibat dari perbuatan
kita sendiri, baik yang sekarang maupun yang telah lampau. Namun kita harus
sadar pula bahwa suatu saat penderitaan itu akan berakhir asal kita selalu
berusaha untuk berbuat baik. Perbuatan baik yang dilakukan saat ini akan
memberikan kebahagiaan baik sekarang maupun pada masa yang akan datang.
.jpg)
Jelasnya
dengan itu seseorang tidak perlu sedih atau menyesali orang lain karena
mengalami penderitaan dan tidak perlu sombong karena mengalami kebahagiaan,
karena hal itu adalah hasil karma. Satu hal yang perlu diingat, bahwa hukum
karma phala itu tidak terlepas dari kekuasaan Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Esa). Hyang Widhilah yang menentukan phala dari karma seseorang. Beliaulah yang
memberi ganjaran sesuai dengan Hukum Karma.
Bhatara
Dharma (juga) bergelar Bhatara Yama (sebagai Dewa Keadilan), adalah pelindung
keadilan yang mengamat-amati (mengadili) baik buruk perbuatan manusia. Baik
buruk dari (karma) itu akan memberi akibat yang besar terhadap kebahagiaan atau
penderitaan hidup manusia.
Jadi
segala baik dan buruk suatu perbuatan akan membawa akibat tidak saja di dalam
hidup sekarang ini, tetapi juga setelah di akhirat kelak, yakni setelah Atma
dengan suksma sarira (alam pikiran) terpisah dari badan (tubuh) dan akan
membawa akibat pula dalam penjelmaan yang akan datang, yaitu setelah atman
dengan suksma sarira memasuki badan atau wadah yang baru. Hyang Widhi (Tuhan
Yang Maha Esa) akan menghukum atman (roh) yang berbuat dosa dan merahmati atman
(roh) seseorang yang berbuat kebajikan. Hukuman dan rahmat yang dijatuhkan oleh
Hyang Widhi ini bersendikan pada keadilan.
Dewa
neraka (menjelma) menjadi manusia. Manusia neraka (menjelma) menjadi ternak.
Ternak menjadi binatang buas, binatang buas neraka menjadi burung, burung
neraka menjadi ular, dan ular neraka menjadi taring. (serta taring) yang jahat
menjadi bisa (yakni) bisa yang dapat membahayakan manusia.
Demikianlah
kenerakaan yang dialami oleh Atman (roh) yang selalu berbuat jahat (dosa)
semasa penjelmaannya di dunia. Jika penjelmaan itu telah sampai pada limit yang
terhina akibat dosanya, maka ia tetap akan menjadi dasar terbawah dari kawah
neraka.